Sangat banyak peninggalan budaya yang berada di kota Malang. Candi-candi tersebar di wilayah Malang, yang dulunya merupakan salah satu pusat kebudayaan pada zaman kerajaan Singosari. Salah satunya adalah Candi Badut yang terletak di Kabupaten Malang.
Kata Badut di sini berasal dari bahasa sansekerta “Bha-dyut” yang berarti sorot Bintang Canopus atau Sorot Agastya. Hal itu terlihat pada ruangan induk candi yang berisi sebuah pasangan arca tidak nyata dari Siwa dan Parwati dalam bentuk lingga dan yoni. Pada bagian dinding luar terdapat relung-relung yang berisi arca Mahakal dan Nadiswara. Pada relung utara terdapat arca Durga Mahesasuramardhini. Relung timur terdapat arca Ganesha. Dan disebelah Selatan terdapat arca Agastya yakni Syiwa sebagai Mahaguru. Namun diantara semua arca itu hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa.
Dilihat bentuknya, Candi Badut mirip dengan candi-candi di Jawa Tengah periode abad ke 8 hingga ke 10 terutama dikawasan dataran tinggi Dieng seperti Candi Gedongsongo. Bahan Candi terbuat dari batu andesit. Kaki candi polos tidak berhias. Pintu masuk diberi penampil. Kalamakara yang menghias bagian atas pintu tidak memakai rahang bawah.
Candi ini ditemukan pada tahun 1921 dimana bentuknya pada saat itu hanya berupa gundukan bukit batu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di Malang. Candi Badut dibangun kembali pada tahun 1925-1927 di bawah pengawasan B. De Haan dari Jawatan Purbakala Hindia Belanda. Dari hasil penggalian yang dilakukan pada saat itu diketahui bahwa bangunan candi telah runtuh sama sekali, kecuali bagian kaki yang masih dapat dilihat susunannya.
Batu-batu yang ada disekitarnya kemudian dipilah-pilah dan dikumpulkan menurut jenis dan ukurannya. Atas dasar inilah kemudian dicoba untuk menyusun bangunannya. Pada tahun 1926 seluruh bagunan bagian kaki dan tubuh dapat dibangun kembali, kecuali bagian atapnya yang tidak dapat diketemukan kembali. Pada tahun 1990-1993 kembali dilaksanakan pemugaran Candi Badut oleh Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, melalui Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, yang dilaksanakan secara bertahap. Upaya pelestarian dan pembinaan Benda Cagar Budaya ini dimaksudkan agar warisan budaya kita tetap lestari yang dapat menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa yang berbudaya.
buku Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang.
Kata Badut di sini berasal dari bahasa sansekerta “Bha-dyut” yang berarti sorot Bintang Canopus atau Sorot Agastya. Hal itu terlihat pada ruangan induk candi yang berisi sebuah pasangan arca tidak nyata dari Siwa dan Parwati dalam bentuk lingga dan yoni. Pada bagian dinding luar terdapat relung-relung yang berisi arca Mahakal dan Nadiswara. Pada relung utara terdapat arca Durga Mahesasuramardhini. Relung timur terdapat arca Ganesha. Dan disebelah Selatan terdapat arca Agastya yakni Syiwa sebagai Mahaguru. Namun diantara semua arca itu hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa.
Dilihat bentuknya, Candi Badut mirip dengan candi-candi di Jawa Tengah periode abad ke 8 hingga ke 10 terutama dikawasan dataran tinggi Dieng seperti Candi Gedongsongo. Bahan Candi terbuat dari batu andesit. Kaki candi polos tidak berhias. Pintu masuk diberi penampil. Kalamakara yang menghias bagian atas pintu tidak memakai rahang bawah.
Candi ini ditemukan pada tahun 1921 dimana bentuknya pada saat itu hanya berupa gundukan bukit batu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di Malang. Candi Badut dibangun kembali pada tahun 1925-1927 di bawah pengawasan B. De Haan dari Jawatan Purbakala Hindia Belanda. Dari hasil penggalian yang dilakukan pada saat itu diketahui bahwa bangunan candi telah runtuh sama sekali, kecuali bagian kaki yang masih dapat dilihat susunannya.
Batu-batu yang ada disekitarnya kemudian dipilah-pilah dan dikumpulkan menurut jenis dan ukurannya. Atas dasar inilah kemudian dicoba untuk menyusun bangunannya. Pada tahun 1926 seluruh bagunan bagian kaki dan tubuh dapat dibangun kembali, kecuali bagian atapnya yang tidak dapat diketemukan kembali. Pada tahun 1990-1993 kembali dilaksanakan pemugaran Candi Badut oleh Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, melalui Proyek Pelestarian/Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur, yang dilaksanakan secara bertahap. Upaya pelestarian dan pembinaan Benda Cagar Budaya ini dimaksudkan agar warisan budaya kita tetap lestari yang dapat menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa yang berbudaya.
buku Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang.
0 komentar:
Posting Komentar